Friday, 20 December 2013

Koreksi (Muhasabah)

Bismillah..

Beberapa hari ini saya merasa ada yang salah pada diri saya dan juga lingkungan sekitar saya. Pasalnya ada beberapa hal yang seharusnya dikatakan salah, tapi karena banyak orang yang membenarkan jadi orang-orang cuma bisa memaklumi.

Source
Koreksi (muhasabah) yang saya maksud ini menyangkut tiga hal, yaitu tentang Jomblo, Hijab, sama Jejaring Sosial.

Thursday, 19 December 2013

Bahagia itu Sederhana

Bismillah..

Alhamdulillah masih diberi kesempatan lagi untuk nulis setelah lumayan lama nggak nulis di blog ini. Sebagai warming up, saya mau curhat aja tentang pengalaman beberapa hari yang lalu ketika saya pergi ke Klaten.

Jadi Jumat dua minggu yang lalu saya dan enam orang teman saya, Mentari, Hana, Faizal, Fachrul, Nofa, dan Kiki hendak pergi ke Klaten untuk membeli beras mencari data statistika tentang ekonomi primer di kota tersebut. Sebenarnya saya agak aras-arasen juga waktu itu, tapi karena udah disetujuin bahwa objek penelitiannya di Klaten jadi ya udah, manut aja. Hehe

Setelah kuliah, sekitar jam setengah sebelas kami berangkat. Empat motor yang kami kendarai berjalan beriringan dengan Faizal, yang memang orang Klaten, memimpin di depan sebagai penunjuk jalan.

Setelah berjalan lebih dari setengah jam, tiba-tiba motor Mentari berhenti. Ternyata rantai motornya lepas. Kami pun terpaksa meninggalkannya di bengkel bersama Hana karena kami harus segera sampai sebelum kantor BPS tutup. Yah, ibarat di film drama, adegannya udah mirip sama pemain yang bilang "Tinggalkan kami... Kamu harus meneruskan perjuangan kami... Berjuanglah!". Lalu, kami pun meninggalkan mereka sambil menitikkan air mata melambaikan tangan.

Sunday, 1 December 2013

Kuliah Ambil Apa? Ambil Hikmahnya Dong!

Sudah sekitar 1,5 tahun saya menjalani hidup sebagai mahasiswa. Dan saya rasa saya, jujur saya tidak tambah pintar dalam bidang ini. Rasanya malah saya bisa dibilang paling bodoh untuk urusan ini. Jika ditanya tentang teori-teori saya masih harus membuka catatan atau pun internet karena saya memang jarang mencatat. Kebetulan memang teknologi semakin canggih, saya lebih sering meminta materi presentasi dosen dan setelah itu menunggu hingga ada pengumuman ujian, baru saya baca. Itulah mengapa saya merasa tidak menjadi pandai ketika kuliah ini, saya tidak bisa menghapal semua itu.

Saturday, 16 November 2013

Kampung Mutihan (3 November 2013)

Minggu pagi, sekitar pukul 08.30 WIB, kami kembali menelusuri Kampung Mutihan. Merasa kurang menyerap apa yang ada di kampung ini, membuat kami ingin kembali ke sana. Di kunjungan kali ini kami memilih untuk berjalan kaki sehingga menitipkan kendaraan kami di rumah Very.

Kampung Mutihan ternyata cukup luas. Hal ini kami rasakan saat berjalan mengelilingi kampung tersebut. Kampung ini dibatasi oleh Kampung Premulung, Kampung Pajang, Kampung Jatirejo, dan sebuah sungai di selatan. Entah apa nama sungai ini karena saat ditanyakan kepada warga, mereka juga tidak tahu menahu.

Sungai di selatan Kampung Mutihan

Thursday, 14 November 2013

Ketemu Raditya Dika, It's Something

Hari Selasa kemarin kebetulan saya dapat tiket talkshow gratis dari temen. Sebenernya sih itu yang ngasih dosen, tapi karena temen saya mendadak nggak bisa dateng, saya pun dengan tangan terbuka menerima tiket tersebut.

Sebenernya saya biasa aja sama orang yang mau ngisi talkshow tersebut. Dia adalah Raditya Dika. Ya siapa sih yang nggak kenal dengan penulis yang punya follower bejibun ini? Saya juga misal nggak gratis males juga ikut acara ini. Bukan apa-apa sih, tiketnya mahal. Hehe

Nah, kebetulan juga di hari itu ada hal spesial lain. Hari itu adalah hari pertama saya jadi tentor. Alias jadi guru les. Saya terima tawaran tersebut selain karena emang butuh duit juga karena pengen nambah pengalaman aja. Soalnya sehari-hari kalo nggak kuliah saya cuma ngebo di kamar kost. Hhe. Selain itu karena ingat nasehatnya Imam Syafi'i:

Friday, 25 October 2013

Kampung Mutihan

Dalam mendeskripsikan tentang kota, seorang penulis mempunyai pilihan dalam hal sudut pandang. Seringkali orang hanya menggambarkan bahwa kota adalah sebuah ruang yang dipadati oleh gedung-gedung tinggi dan aktivitas ekonomi. Orang lupa bahwa jika dilakukan zoom in terhadap gambaran itu, kita dapat melihat bahwa kampung-kampung yang hidup dengan kesederhanaannya ada di sana. Kampung adalah bagian dari kota dan kampung juga lah yang membentuk kota. Di dalam kampung terjadi siklus yang setiap hari berjalan. Mulai dari ibu-ibu yang bangun pagi untuk membeli sayur untuk memasak sampai pada kesibukan bapak-bapak pada malam hari untuk meronda misalnya.

Pura Indra Prasta
Dan apa yang ingin saya tulis di sini adalah sebuah kisah tentang kampung di Kota Solo, yaitu Kampung Mutihan yang terletak di Kelurahan Sondakan. Sebuah kampung yang merupakan bekas Kerajaan Pajang. Namun saat ini sudah beralih menjadi sebuah kampung yang terkenal dengan pembuatan batik, seperti kampung lain di wilayah Kecamatan Laweyan lainnya. Ada juga yang menyebutkan bahwa kampung ini adalah tempat para priyayi karena kata mutihan yang bisa diartikan golongan orang baik, dan memang di sebelah kampung tersebut terdapat Kampung Kabangan yang kadang bisa diartikan sebagai tempat orang-orang yang "jahat". Selain itu ada yang berpendapat bahwa dulunya Kampung Mutihan digunakan untuk memutihkan kain atau yang biasa disebut mori sedangkan Kampung Kabangan untuk mengerjakan pewarnaan warna merah. Akan tetapi pendapat ini tidak bisa dibuktikan karena tidak ditemukan bak besar yang digunakan sebagai tempat pewarnaan tersebut.

Thursday, 24 October 2013

Bisa Dibilang, Habis Gelap Terbitlah Terang

Hari Kamis ini beneran hari yang nano-nano. Awalnya hari ini sangat ditunggu-tunggu karena hari ini tugas yang termasuk tugas besar mau dikumpulin, artinya kalau itu udah terlampaui saya bisa bernafas lega sejenak. Tapi di akhir cerita nanti, akan ada sedikit musibah tragis tapi bisa diambil hikmahnya.

Jadi gini, saat kuliah pagi tadi kebetulan tugas yang harusnya udah dikerjain temen saya ternyata belum selesai. Padahal harusnya pagi itu juga harus dikumpulin untuk presentasi. Akhirnya pagi itu juga saya sama temen-temen saya masih ribet ngerjain tugas tersebut. Alhamdulillah ternyata dosen mata kuliah itu nggak datang karena sepertinya sedang ada acara. Saya sama temen-temen jadi sedikit woles nyelesein tugas itu. Masih ada banyak waktu. Alhasil kami memutuskan untuk mengumpulkan tugas tersebut agak siang.

Thursday, 17 October 2013

Judulnya Demi Sepiring Rendang Buatan Ibu


Sore ini aku memacu Mattyku lagi. Rencananya jam lima aku sudah harus tancap gas agar bisa pulang cepat. Namun karena ada diskusi mendadak mengenai tugas kelompok, aku harus menunda rencana itu. Beberapa menit setelah pukul lima aku baru bisa menancap gas. Dan seperti biasa ketika meleweati daerah Palur, kemacetan dan chaos selalu terjadi. Dari mobil besar sampai sepeda onthel yang dikendarai seorang ibu setengah baya berlomba untuk menyeberang jalan. Kebetulan aku berada di belakang ibu tersebut, tentu saja dengan sadar aku membiarkan ibu tersebut mencapai seberang jalan lebih dulu. Dan ini memang tidak selalu terjadi pada diriku. Di lain kesempatan aku pernah mengutamakan egoku agar aku bisa cepat sampai rumah. Aku melupakan sebuah slogan sederhana. Biar lambat asal selamat.

Tuesday, 3 September 2013

Pengelolaan Makanan dan Kaitannya dengan Pengelolaan Ruang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman dalam berbagai hal, baik dari suku, bahasa, agama, dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengelolaan makanan. Orang Sulawesi dan Maluku misalnya, makanan pokok mereka adalah sagu meski saat ini di setiap wilayah di Indonesia sudah ada beras. Berbeda dengan orang Jawa dan Sumatera yang sejak awal mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Perbedaan dalam hal pengelolaan ini bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti jenis tanah, cuaca, budaya, maupun trend.

Saturday, 31 August 2013

Beberapa Hal yang Hanya Ada di Acara Wisuda

Selasa kemarin saya mendapat kehormatan untuk datang ke acara wisudanya saudara sepupu saya. Kebetulan dia kuliahnya di universitas yang dulu pernah jadi universitas idaman saya ketika SMA. Sayangnya, Allah ngasih saya jalan lain. Jadi ya udah saya syukurin aja apa yang udah Allah kasih ke saya sekarang :'D #alibi #sayapastikuat

Karena itu, saya bela-belain bolos kuliah untuk datang ke sana. Selain itu, karena saudara saya itu adalah saudara yang udah dari kecil akrab banget sama saya, saya nggak mau kehilangan momen yang sakral kaya gitu. Terus siapa tahu juga malah ketemu jodoh :x *eh

Nah, ketika saya sampai di lokasi wisudanya itu, saya mencoba memperhatikan beberapa hal yang kayanya cuma ada di acara wisuda. Apa aja sih?? Cekidot deh...

Sunday, 25 August 2013

Mirror Mirror in the Wall

Sist sist, tiap pagi ketika kalian mau berangkat sekolah atau kuliah, atau ke manapun aja kewajiban apa sih yang selalu kalian lakukan??

Mandi?? Ganti baju?? That's right. But one thing that I mean is... NGACA!!


Thursday, 22 August 2013

Back to College

Halo halo. Kali ini saya mau cerita tentang kuliah saya di awal semester ini. Muehehe. Maaf kalau jadinya label #Experience jadi kebanyakan, label yang lain belum ada ide mau nulis apa. Haha :D


Oke. Jadi di semester ini saya ambilnya kan 22 sks. Awalnya sih mau ambil 24 sks. Tapi nggak tau kenapa, setelah salat Dhuha tiba-tiba saya jadi ragu. Mungkin itu peringatan dari Tuhan biar saya nggak kejang-kejang di akhir semester. So, akhirnya dengan bismillah saya niati kuliah semester ini 22 sks saja :D

Lalu ceritanya tanggal 19 kemarin saya sudah dijadwalin masuk, tapi ternyata dosennya nggak ada. Akhirnya di MONsterDAY kemarin, seharian cuma disibukin sama rapat halal bi halal *fyuh.

Kemudian, di hari selanjutnya masih ada rapat lagi. Tapi di hari itu ternyata ada kuliah Analisis Sumber Daya Lingkungan. Sayangnya saya masuk terlambat karena jarkomannya telat -___-

Wednesday, 14 August 2013

Meet and Greet Alumni ROHIS SMANSARI

Assalamu'alaikum readers :D

Tidak terasa sudah seminggu berlalu meninggalkan bulan suci Ramadhan. Hiks. Tapi alhamdulillah di hari Raya Idul Fitri kemarin saya bisa kumpul sama saudara-saudara saya yang merantau di Jakarta. Dan yang paling membuat ramai suasana Idul Fitri kemarin yaitu karena ada Luqman, keponakan saya satu-satunya (baru satu soalnya, hehe)

Tapi di sini saya mau flashback dulu ke tanggal 5 Agustus 2013 kemarin. Kebetulan waktu itu saya diundang untuk menghadiri acara Temu Alumni Rohis di SMA saya tercinta. Nah, kenapa saya datang? Ya jawabannya karena diundang itu tadi. Hehe. Nggak ding, saya datang karena saya penasaran bagaimana wajah-wajah teman-teman Rohis saya dulu. Awalnya saya sempet malas buat datang karena saat itu kan udah hari-hari mendekati Idul Fitri. Maunya di rumah aja biar nggak kecapaian pas hari H-nya. Hehe

Wednesday, 31 July 2013

Dream

"Wah, mbak **** anaknya ibu ***** udah mau selesai kuliahnya. Minggu depan pulang dari Jerman."

*deg

Jantung saya tiba-tiba seperti tertohok palu. Ya, tentunya ini hanya kiasan. Mendengar kata-kata ibu di atas saya seakan hilang ingatan. Saya mulai bertanya-tanya. Siapa saya? Siapa jodoh saya? *eh

Berbicara tentang kuliah ataupun apalah yang berhubungan dengan mengunjungi tanah orang, itu selalu membuat saya kepingin. Apalagi ketika dulu saya masih duduk di bangku sekolah, di mana semua mimpi terasa sangat nyata untuk bisa dicapai. Alasannya, karena masih banyak orang-orang yang mengompori untuk menggapai mimpi itu, walaupun saat itu saya tidak tahu harus mulai dari mana. Namun sekarang, semua terasa berbalik seratus delapan puluh derajat.

Why?

Thursday, 25 July 2013

Tokoh dalam Surat Dahlan

Di sini saya hanya ingin beropini tentang karakter tokoh-tokoh yang ada di novel Surat Dahlan yang beberapa hari yang lalu saya pinjam dari sahabat saya. Jadi ini sifatnya no offense ya :)



Dahlan
Sebagai tokoh utama, di sini penulis menggambarkan beliau sebagai orang yang berani di masa mudanya. Berani mempertahankan pendapatnya dan juga berani mengambil resiko. Saya sangat salut dgn tokoh ini, baik fiksi maupun nyatanya. Perjalanan cinta yang diceritakan dalam novel ini juga tidak menggambarkan romansa picisan seperti yang banyak muncul di sinema ftv. Sebagai laki-laki ia tahu diri. Terlihat dari surat-surat yang diterima maupun dikirimnya untuk Aisha, ia tidak memaksa Aisha menunggunya meski awalnya ia sangat mencintai Aisha. Bahkan akhirnya ia memutuskan untuk melupakan gadis itu agar mereka berdua bisa tetap bahagia meski tidak bersama.

Tuesday, 23 July 2013

Ini Ramadhanku, Bagaimana Ramadhanmu?

Alhamdulillah hari ini udah masuk hari ke 15 di Bulan Ramadhan. Berarti tinggal 15 hari juga (yang ikut puasa di 30 hari) saya dan umat muslim lain merayakan hari Raya Idul Fitri. Yeye :D

Duh cepet banget ya waktu berlalu. Rasanya baru kemarin ngerasa seneng banget bisa puasa sehari penuh, padahal itu udah sekitar 9 tahun yang lalu. Rasanya baru kemarin habis sholat tarawih ngumpul sama temen sepantaran buat tilawah, dan sekarang mereka udah pada merantau. Balik mungkin cuma setahun dua kali. Hmm, missing my childhood :')

Tuesday, 16 July 2013

My Journey to College 2

Hai hai :D
Maaf baru sempet ngepost lagi, padahal janjinya pas pengumuman SBMPTN ngepostnya. Hehe

Ikut seneng ya buat yang keterima SBMPTN nya. Terus buat yang belum keterima jangan sedih. Masih banyak jalan lain kalau tujuan kamu memang buat belajar. Masuk perguruan tinggi negeri bukan syarat buat dapat pekerjaan kok, misal akhirnya kamu masuk PTS pun itu juga tetep bakal ngasih manfaat buat kamu kalau kamunya emang niat buat belajar, nggak cuma buat gengsi doang :)

Nah, sekarang ngelanjutin postingan saya yang kemarin ya. Hehe

Saat awal masuk universitas itu, mungkin sama kaya universitas lain, saya harus registrasi ulang. Saya disuruh ngambil jas almamater, cek kesehatan, numpuk berkas, dan bayar sekolah tentunya. Di saat saya registrasi ulang itu, saya disambut sama kakak-kakak yang ternyata adalah kakak tingkat saya. Mereka ngasih brosur dan selebaran yang isinya info tentang tanggal-tanggal penting, kaya OSPEK, tes Bahasa Inggris, dan lain-lain. Karena mumpung ada kakak tingkat itu, saya nanyain ke salah satu dari mereka kira-kira bagaimana OSPEK yang akan saya jalani itu.

"Udah, dik. Tunggu aja tanggal mainnya. Seru kok!", jawab kakak yang rambutnya mirip Bruno Mars :p

Karena kakaknya jawab dengan tampang yang nggak meyakinkan, saya jadi curiga sama jawabannya. Kayaknya OSPEK saya ini bakalan bertolakbelakang sama yang diomongin kakak itu -___-

Setelah registrasi ulang itu saya masih bisa libur lagi sambil nunggu untuk masuk hari pertama OSPEK, yang ternyata sekarang namanya diubah jadi OSMARU. Kekhawatiran saya untuk sementara hilang karena posisi udah jauh dari kampus lagi. Sebagai anak kos baru saya malah mulai sibuk dengan usung-usung barang ke kos.

Namun, setelah H-1 saya baru ngerasain deg-degan. Pasalnya paginya saya harus udah datang jam setengah tujuh dengan perasaan cemas kalau ada bentakan kaya MOS waktu SMA dulu. Tapi untungnya di pagi pertama OSMARU itu kami hanya disuruh upacara dan mendengarkan sosialisasi dari kepolisian perihal bahaya tentang NII, yang kebetulan dulu lagi maraknya isu tentang hal tersebut.

Baru setelah jam 12 ke atas saya merasa tersiksa, saya sama teman-teman mahasiswa baru disuruh baris di dekat parkiran kampus disinari cahaya matahari yang bersinar dengan panasnya. Hemm, ternyata dugaan saya kalau hari itu nggak ada siksaan salah -___-
Dan siksaan pun bertambah di hari kedua dan ketiga. Di dua malam setelah hari pertama itu saya sampai hampir nggak tidur karena tugas yang rasanya sulit diselesaikan. Benar-benar pengalaman yang unforgottable :|

Setelah OSMARU alias The Three Day of Torture itu selesai, ternyata saya masih harus menjalani siksaan lain. Ospek jurusan! Dan yang ini ternyata lebih mengerikan karena saya harus menjalaninya selama satu bulan. Oh no! :O

Untuk ospek jurusan ini nggak usah diceritain ya. Karena nanti bakalan panjang ceritanya. Hehe. Yang penting adalah setelah satu bulan itu, I'm still alive! Hehe. Malahan di hari terakhir itu saya dan temen-temen bisa ketawa-ketawa sama kakak-kakak tingkat :D

Yaah, walaupun saya sebenarnya kadang juga sebel dengan acara gojlok menggojlok ini, di sisi lain saya juga bersyukur karena dengan acara ini saya bisa jadi lebih mengenal teman-teman baru saya. Kekonyolan, kebegoan, sampe kegilaan mereka bisa saya rasakan dalam sebuah kekompakan saat menyelesaikan tugas-tugas bersama. Kadang dari mereka juga, semangat yang semula redup, terang kembali.

Dan mungkin saat ini dengan berat hati saya harus berterimakasih dengan para penggagas ospek ini. Meski mungkin banyak juga yang membenci acara ini, tapi saya yakin banyak yang bernostalgia dengan mengingat momen kaya gini. Hehe

SEKIAN :)

Sunday, 23 June 2013

My Journey to College

Assalamu'alaikum.. Hello, how are you? I hope you're all fine :)
Malam ini saya akan menulis dengan sedikit paksaan karena udah terlalu lama juga nggak ngepost di sini. Berhubung ya biasa lah, tugas dan ujian yang sukanya main keroyokan -_-

Oke, topik malam ini adalah saya mau flashback ke sekitar setahun yang lalu. Proses ketika saya berusaha untuk bisa lolos SNMPTN sampai awal masuk kuliah. Muehehe

Setahun yang lalu, tanggal 26 Mei 2012, saya bener-bener speechless ketika melihat pengumuman di website SNMPTN. Pasalnya, saya nggak ketrima SNMPTN undangan. Untuk seorang anak manusia yang baru lulus SMA itu adalah hal yang lumayan bikin kepala saya pening tujuh volume (keliling udah terlalu mainstream). Saya ditolak sama dua universitas negeri yang padahal tiga bulan sebelumnya saya sangat berharap sama mereka. Tapi ya udah lah, setelah nangis di bawah jemuran saya lalu wudhu dan curhat sama yang di atas...

Lalu, saya segera bangkit karena kebetulan waktu itu banyak juga teman-teman saya yang nggak ketrima lewat hasil seleksi yang sama, padahal beberapa di antara mereka nilainya banyak yang lebih dari saya. Dengan motivasi "akeh kancane" itu, saya lalu melakukan rencana B, yaitu daftar ujian tulis SNMPTN. Saat itu saya lumayan bingung ketika daftar, karena ternyata ada ketentuan yang beda dari saat saya daftar SNMPTN undangan.

Di samping daftar ujian tulis SNMPTN saya juga daftar di universitas swasta buat jaga-jag kalau ada hal yang tidak diinginkan.

Selama hari-hari nunggu ujian tulis itu, saya terpaksa belajar dengan giat. Karena saya ikut bimbel jadi saya beruntung karena ada motivasi dari tentor-tentor saya. Selain dar tentor bimbel, saya juga sering belajar ke tempat saudara saya yang udah kuliah.

Oiya, ketika milih jurusan untuk ujian tulis ini, bisa dibilang cuma asal-asalan.  Pasalnya saya udah takut nggak keterima lagi, jadi saya cuma milih berdasarkan kuota sama passing gradenya aja. Faktor suka apa nggak itu saya taruh belakangan.

Akhirnya setelah bosen belajar, hari yang ditunggu itu tiba. Saya nebeng temen saya yang bapaknya dengan baik hati mau nganterin pakai mobil (makasih, pak :D). Kita berangkat pagi-pagi karena emang jarak dari rumah ke tempat ujian tulis lumayan jauh. Kira-kira satu jam perjalanan.

Di lokasi ujian, saya keder juga karena ada banyak orang di sana. Duh, semoga aja semua ini jurusannya beda-beda sama saya, batin saya waktu itu. Lalu bel pun berbunyi, kami semua langsung masuk kelas dan duduk manis menanti soal dibagikan.

Setelah udah dapat lembar jawaban dan soal, saya langsung ngerjain. Baru baca beberapa aja saya udah merasa kesulitan. Iseng-iseng saya lihat peserta yang lain. Kayaknya kok mereka tenang-tenang aja. Makin cemas saya jadinya --"

Yaah, akhirnya tes itu selesai. Dua hari yang menegangkan bisa saya lalui dengan lumayan mulus. Ini saya skip aja ya, soalnya nggak ada yang spesial menurut saya. Lagian saya juga udah lupa detailnya.. hehe. Paling yang saya inget di dua hari itu, setiap pulang tes saya sama temen-temen yang nebeng sama temen saya itu ditraktir sama bapaknya temen saya :p

Kemudian, di malam hari tanggal 7 Juli 2012, akhirnya hasil tes diumumkan. Karena servernya sibuk, saya lumayan kesulitan juga ketika memasukkan nomor tes untuk melihat pengumuman. Tapi akhirnya, nama saya muncul disertai salah satu nama prodi yang saya pilih. ALHAMDULILLAH :D

Yaah, mungkin itu dulu ya cerita tentang perjuangan saya masuk universitas. Kapan-kapan saya ceritain lagi perjuangan saya saat awal masuk universitas, mungkin kalau pengumuman SBMPTN tahun ini udah keluar, biar sama momennya. See ya :D

Saturday, 18 May 2013

From Language to Philosophy

Hari ini saya mau share pengalaman lagi. Masih ada hubungannya sih sama program pengenalan TOEFL yang saya ikuti. Hehe
So please don't be bored ya! Coz in my opinion, discussing 'bout languange is something interesting like I told before :D

Langsung aja yah..!
Jadi di pertemuan ke 8 kemarin, tentor saya ngejelasin tentang Structure. Kebetulan tentor yang biasanya, Ms. Yuni, lagi ada acara, jadi saya dipertemukan (ciyeeh) dengan tentor pengganti yang namanya Mr. Heri, kalo nggak salah. Soalnya nggak begitu kedengeran kemarin XD
Kesan awal waktu ketemu Mr. Heri ini, saya mikir orangnya ngebosenin. Soalnya dilihat dari mukanya aja udah keliatan suntuk gitu. Tapi ya karena saya nggak ada pilihan lain, jadi saya go with the flow aja.. Hehe

Sama Mr. Heri ini, saya sama temen-temen disuruh ngebahas jawaban yang udah dikasih sama Ms. Yuni. Dan ternyata ada beberapa jawaban yang menurut Mr. Heri nggak bener. Saya sih cuma nurut aja karena waktu itu saya lagi nggak konsen karena datang telat. Waktu kita bahas soal-soal itu Mr. Heri sempet bikin saya ilfeel karena dia ngantuk-ngantuk gitu. Duh -_-

Tapi saat tiba-tiba ada telepon, yang ternyata dari istrinya, beliau ngejelasin kalau kemarin dia abis balik dari Aceh, tempat asalnya, karena mertuanya meninggal (innalillahi wa inna ilaihi rajiun). Dan besoknya dia udah harus balik lagi. Itu alasan dia kenapa dia jadi kelihatan nggak fit banget.. So, saya mencoba untuk membuang rasa ilfeel dari beliau :))

Setelah selesai bahas soal, Mr. Heri nyuruh saya dan teman-teman untuk menutup buku. Dia lalu mulai nulis di papan tulis. Tulisannya gini:
Saya makan roti di kelas.
Lalu beliau nyuruh kita untuk mengidentifikasi kalimat itu kenapa kalimat itu bisa bermakna. Yup, jawabannya karena kalimat itu ada subjek dan predikatnya. Terus beliau nulis lagi kaya gini:
Saya cantik.
Terus beliau tanya, apa kalimat itu ada predikatnya. Karena dari SD, kata cantik itu masukya nomina, saya merasa kalau di kalimat itu nggak ada predikatnya. Tapi ternyata pendapat Mr. Heri berbalik dengan pendapat saya. Menurut beliau, setiap kata yang bermakna itu berpredikat. Bedanya predikatnya itu bisa kata sifat, kata kerja, bilangan, dan lain-lain. Dan predikat itu yang membuat subjek kalimat itu jadi hidup.

Dengan contoh-contoh kalimat itu, beliau juga menekankan kalau semua yang ada di dunia ini hidup. Bukan cuma manusia, hewan dan tumbuhan yang disebut makhluk hidup. Benda seperti meja, rumah, bahkan ruangan apapun juga hidup. Hanya saja yang membuat mereka dikatakan hidup berbeda. Manusia hidup karena mempunyai ruh dan akal pikiran. Hewan hidup karena mempunyai nyawa dan insting untuk bertahan hidup. Tumbuhan hidup karena dia bisa tumbuh dan berkembang. Sedangkan benda hidup karena fungsi mereka. Masih belum jelas? Ini saya kasih contoh lagi:
Rumah melindungi manusia dari hujan dan panas.
Nasi mengenyangkan orang yang lapar jika dimakan.
Nah, dari kalimat-kalimat itu udah ngerti kan maksudnya? Jadi benda itu hidup karena dia digunakan. Dari kalimat itu juga kita bisa merenungkan misal nasi itu nggak kita makan dan malah kita buang, dia nggak akan berfungsi. Mungkin juga nasi itu bakalan nangis kalau dia bisa bicara (jadi inget kata-kata ibu waktu nyuapin saat saya masih kecil, hehe)

Dan apa yang dikatakan Mr. Heri itu bener-bener ngejleb sekali menurut saya. Dia bisa berfilsafat dengan belajar bahasa. Dia bisa mempelajari hal yang mungkin kaitannya jauh sama bahasa. Atau malah sebenarnya nggak ada hal yang terlalu jauh sama bahasa? Saya juga nggak ngerti. Hehe

Kaya gini ini yang pengin saya contoh dari beliau, apapun bidang yang kita geluti sekarang, kita tetap bisa belajar hal lain. Bukan hanya menuruti apa yang ada dalam teori sekarang, tapi juga mengupas lebih jauh seputar fenomena-fenomena pengetahuan yang selalu berkembang. Dengan begitu kita akan semakin dekat dengan Tuhan, bukan malah menjadi atheis seperti ilmuwan-ilmuwan yang ada sekarang ini.

Yaa.. Mungkin sekian aja ya yang bisa saya bagiin sama kalian. Semoga bisa jadi bahan renungan bagi para penuntut ilmu di luar sana :)

Saturday, 11 May 2013

Kemelut di Hati Tya

Malam minggu ini bingung mau nulis apa. Mungkin karena ini di rumah saya lagi ujan jadi galau. Kalau mau nulis pun takutnya nggak berkualitas tulisannya. Jadi mungkin kali ini saya ngepost cerpen yang saya buat waktu SMA aja ya. So, cekidot buat jomblowan jomblowati yang malam ini nggak tahu mau ngapain :p

“Gimana, Na? Udah mikirin jurusan buat perguruan tinggi nanti?,” tanya Tya pada sahabatnya.
“Bingung, Ya. Ini aja masih pusing mikir semesteran,” jawab Ana.
Ana dan Tya, mereka adalah dua sahabat yang dekat sekali. Walaupun baru kenal saat kelas sepuluh, mereka sudah bisa mengenal satu sama lain. Tak hanya itu, mereka sudah dua tahun ini tidak satu kelas, tapi mereka masih sering curhat satu sama lain. Tya sekarang menempati kelas dua belas empat, sedangkan Ana di kelas dua belas dua.
“Aku juga sih. Kalau kata bapakku semua itu udah ada yang ngatur, jalanin aja apa adanya. Gak usah dipikir sampai pusing gitu. Tapi gak munafik ya, ini fase tersulit yang aku alami dibanding fase-fase sebelumnya, SD dan SMP.”
Mereka kemudian terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Minggu depan tes semesteran dimulai. Dan itu artinya waktu mereka semakin sempit untuk memikirkan tujuan mereka setelah lulus SMA nanti. Sebenarnya mereka juga sudah bosan dengan sekolah mereka. Banyak kemunafikan di sana. Misalnya saja ketika ulangan atau tes. Ada peraturan yang menyebutkan bahwa siswa yang berbuat curang tidak akan diberi nilai, tapi mungkin itu hanya gertak sambal. Buktinya para pelakunya tetap bisa mendapat nilai bagus dan pujian yang bertubi-tubi. Namun bukan berarti mereka bisa meninggalkan sekolah itu begitu saja. Masih banyak hal yang belum mereka selesaikan.
“Lalu remidi kita bagaimana? Kita harus segera minta sama guru itu.”
“Entahlah. Aku ngikut teman-teman saja. Masih banyak yang belum remidi,” ujar Tya.
“Ya terserah kamu lah…”
“Oke. Sebaiknya kita pulang sekarang. Sepertinya mau hujan,” ajak Tya.
Percakapan di mushola sekolah itu diakhiri dengan kedatangan mendung. Keduanya pun pulang disertai kegalauan dalam hati mereka. Pikiran tentang masa depan seperti apa yang dihadapi masih menggelayut dalam otak mereka.
***
Malam harinya setelah selesai belajar, Tya membuka buku hariannya. Ia mencoba menuliskan beberapa hal yang dialaminya hari ini. Sejak kecil Tya memang suka menulis buku harian. Ibunya yang menyuruhnya.
“Kalau kamu menulis buku harian, semua hal yang pernah kamu alami tidak akan terhapus. Bahkan cucu-cucumu masih tetap bisa menikmati pengalaman hidupmu.”
Itulah yang terlintas setiap ia menuliskan sesuatu di buku hariannya itu. Selain itu, menulis adalah salah satu hal yang membuatnya tersenyum ketika Tya mengingat ibunya. Ibunya sudah tiada. Ketika Tya kelas enam, Allah memberikan penyakit pada ibunya dan penyakit itulah yang membawanya kembali pada Sang Pencipta. Dan sekarang Tya tinggal bersama ayah dan kedua saudara laki-lakinya. Hidup tanpa seorag ibu membentuknya menjadi seorang gadis yang agak tomboy. Meski begitu, dia juga seseorang yang sensitive.
Dear buku harianku…
Hari ini masih membosankan seperti hari-hari sebelumnya. Aku masih memikirkan masa depanku dan aku belum tau jalan keluar untuk remidiku. Sepertinya aku menginginkan jurusan pertanian namun aku masih belum berani untuk mengungkapkan pada semua orang…
Oiya, hari ini Fafa agak aneh. Dia agak brutal. Gak biasanya dia seperti itu. Semoga tidak sedang terjadi sesuatu padanya…
Mungkin cukup segini untuk malam ini. Aku lelah sekali.
Selamat malam…
Tya meletakkan buku hariannya di atas meja belajar. Kemudian ia menghampiri tempat tidurnya untuk segera tidur.
***
“Assalamu’alaikum, Pak. Tya berangkat dulu.”
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya, nak.”
Udara pagi yang disisipi polusi kembali menyambutnya. Rumah Tya memang berada di dekat jalan raya. Setiap pagi ia berangkat sekolah dengan berjalan kaki karena sekolahnya memang hanya berjarak seratus meter dari rumahnya.
Sesampainya di kelas, dia hanya bisa menghela nafas panjang.
“Huft… kembali lagi ke kelas ini dengan segala ketidakpedulian mereka.”
Tya memang tidak suka dengan kelasnya yang sekarang. Bukan karena dia tidak bisa beradaptasi, tapi lebih karena banyak temannya yang terlalu egois dengan urusan mereka sendiri. Berbeda dengan teman-temannya kelas sebelas dulu. Mereka sangat kompak dan peduli satu sama lain.
“Ya, kok baru berangkat sih? Udah ditungguin Fafa dari tadi lho… hahaha,” ledek Ryan, salah satu teman kelas Tya.
Brakk!
“Apaan sih? Gak lucu tau gak?!” gertaknya sambil mendobrak meja.
Fafa, yang ditulis Tya dalam buku hariannya semalam adalah teman kelas cowoknya yang entah kenapa bisa dijadikan bahan ejekan oleh teman-temannya. Padahal di antara keduanya tidak ada rasa cinta sama sekali. Mungkin ini bermula ketika kelas sebelas dulu, ketika salah seorang guru menerangkan dan memberi contoh dengan nama mereka berdua. Dan karena kelas dua belas ini mereka sekelas lagi, teman-teman jadi semakin sering menjodoh-jodohkan mereka berdua.
Namun, Tya masih peduli dengan Fafa walaupun ia menjadi agak jauh dengan Fafa karena dijodoh-jodohkan teman-temannya. Bagi Tya, Fafa adalah seorang teman yang alim. Dia sangat anti dengan yang namanya pacaran. Meski begitu, terkadang dia juga suka melakukan hal bodoh dengan teman-temannya. Tapi itu semua dia lakukan hanya untuk menghibur temannya.
Yang membuat Tya agak khawatir adalah sifat Fafa akhir-akhir ini. Dia menjadi agak brutal. Bahkan, ada yang bilang dia mabuk-mabukan. Tya hanya tidak ingin ada temannya yang terjerumus ke hal yang negative.
Ketika jam istirahat, Ana menghampiri Tya ke kelasnya. Ana ingin meminjam buku yang dijanjikan Tya. Tya memang sering di kelas, dia jarang ke kantin. Kalau ada teman, dia lebih suka ke mushola untuk sholat.
“Mana bukunya, Ya? Kamu bawa, kan?,” tanya Ana.
“Iya, bentar aku ambil dulu.”
Buku yang dibawa Tya berjudul Aku Bisa. Sebuah buku yang menurut Tya bagus karena ia banyak mendapat motivasi setelah membaca buku itu. Dan sekarang ia ingin meminjamkannya kepada sahabatnya itu karena akhir-akhir ini Ana sering mengeluh.
“Kamu masih pusing mikirin semesteran nanti?”
“Iya, Ya. Gak tau kenapa ya… Temen-temenku di kelas itu orangnya pintar-pintar. Aku takut aja nanti nilaiku bakal dijajah mereka. Apalagi akhir-akhir ini aku males banget buat belajar karena gak punya motivasi. Makanya aku pengen banget pinjem buku kamu ini.”
“Tapi kamu itu lebay deh. Kan tesnya masih Senin depan. Jadi ya masih ada kesempatan banget lah buat belajar. Kalau kamu udah mikir kaya gitu, sama aja kamu mensugesti diri kamu sendiri buat jadi orang yang gagal.”
“Aku ngerti. Tapi aku itu emang gini, suka parno-an. Makasih udah ngingetin ya… Eh, kamu masih sering nulis, Ya?”
“Masih. Kenapa?”
“Kemarin aku baca di internet ada lomba nulis gitu. Kayaknya kamu harus ikut deh. Hadiahnya lumayan lho! Tapi aku lupa alamatnya, nanti ku sms. Ya udah, aku balik dulu ya.”
“Ya insyaAllah lah… Iya.”
Tya memang suka menulis. Tapi kalau untuk sebuah lomba entah dia siap atau tidak. Akhir-akhir ini banyak hal yang ada di pikirannya. Dia penasaran sekali dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Fafa. Dia bisa saja meminta tolong pada seseorang untuk mencari tahu, tapi jika dia melakukannya pasti teman-temannya akan mengira bahwa Tya benar-benar menyukai Fafa. Bahkan, dia belum menceritakan tentang ini kepada Ana.
***
Akhirnya suatu malam Tya menyempatkan untuk menuliskan unek-uneknya tentang Fafa di catatan Facebook. Tentu saja tanpa menyebut nama Fafa. Lalu, tidak sengaja Ana membukanya. Tiba-tiba handphone Tya menyanyikan lagu Doraemon, pertanda ada sms masuk. Ternyata dari Ana.
Ya, kamu kenapa? Sepertinya lagi galau. Catatan di Facebook itu kamu tulis buat siapa?
Tya pun akhirnya tak bisa menyimpannya  lagi. Ia memutuskan untuk menceritakan kekhawatirannya itu pada Ana. Dengan segera, ia membalas sms sahabatnya itu. Sudah pasti ia juga meminta Ana untuk merahasiakan hal itu. Tak berapa lama kemudian, Ana membalas sms-nya.
Ooh… kamu khawatir sama keadaan Fafa sekarang. Kamu cinta ya sama Fafa? *justkidd hehe. Aku ngerti kok, tapi kamu gak usah terlalu peduli sama dia. Dia kan orangnya juga apatis gitu. Udah lah,gak usah terlalu dipikirin J
Sebenarnya apa yang dikatakan Ana ada benarnya. Tapi entahlah, apa Tya benar-benar bisa menghilangkan perasaan khawatirnya itu. Dia memang tidak mencintai Fafa, tapi semenjak mereka diejek teman-temannya sebagai “pasangan”, tanpa sengaja dia menjadi sering memperhatikan Fafa. Ada keunikan dalam diri Fafa yang membuat Tya penasaran. Terkadang Fafa bisa terlihat seperti sosok Sinichi yang bijaksana tapi terkadang Fafa juga terlihat seperti tokoh Sinchan yang “aneh”.
Tuut tuut
Ada pesan lagi yang masuk ke handphone-nya. Dari Ana lagi.
Oiya, ya. Alamat situs yang lomba nulis itu ini www.blablabla.com. Coba kamu cek ya J
Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul sepuluh malam. Seharusnya dia sudah tidur, tapi dia malah menyalakan laptopnya dan mencoba untuk membuka alamat web yang diberikan Ana.
Dalam situs itu, ia menemukan beberapa info tentang ketentuan-ketentuan untuk lomba itu. Dan yang paling menarika adalah hadiahnya. Ada hadiah uang yang cukup banyak jika berhasil menjadi pemenang. Tya pun memutuskan untuk mengikuti lomba itu. Dia ingin mendapatkan uang itu dan setidaknya dapat digunakan untuk mengurangi beban bapaknya.
***
Untuk sejenak Tya ingin melupakan pikirannya tentang Fafa. Dia ingin fokus pada tulisannya. Dan sekarang Tya menjadi sering mengunjungi perpustakaan. Lalu suatu saat Tya mendengar percakapan dua orang cowok di sana.
“Kasihan ya si Fafa. Adiknya masih belum sembuh. Dia jadi berubah sekarang.”
“Iya. Tapi bagaimana lagi, obatnya mahal sih.”
“Kita doakan saja ada orang yang bersedia membantu keluarganya.”
Deg!
“Jadi selama ini dia begitu karena adiknya sakit?” batin Tya.
Kenyataan yang ia dengar dari perpustakaan cukup menyita perhatiannya lagi. Setidaknya ada satu titik terang yang menjelaskan tentang keadaan Fafa sekarang. Di kelas dia mencoba mengikuti pelajaran tapi matanya sesekali melirik Fafa. Di saat itu juga, Tya melihat Ryan menempelkan sesuatu di punggung Fafa. Dan Fafa menyadarinya.
“Brengsek loe! Kalau loe mau, ambil aja dia. Gue gak butuh!” gertak Fafa tiba-tiba. Ia segera menyobek tulisan yang bertuliskan Tya cinta Fafa itu.
Sakit bercampur kaget. Itulah yang dirasakan Tya. Bukan hanya karena dia diperlakukan seperti itu tetapi juga karena melihat kelakuan Fafa barusan. Padahal dulu baju Fafa pernah ditulisi dengan tulisan seperti itu oleh Ryan, dan Fafa hanya diam seperti biasa dan memasang wajah innocent-nya. Tya pun berpikir bahwa ia harus membantu Fafa. Dia tidak bisa berpura-pura tidak peduli. Dan entah bagaimana, Tya merubah niatnya untuk memberikan uang hasil lomba pada adik Fafa jika ia menang nanti.
***
Hari ini hari Senin, di sekolah Tya mulai diadakan tes semesteran. Itu artinya tempat duduk para siswa diacak. Tya tidak satu ruangan dengan Fafa. Ini sedikit memberi keuntungan untuknya. Dia bisa fokus mengerjakan soal.
Setelah bel pulang, Ana menghampiri Tya. Dia ingin mengembalikan buku yang dipinjamnya tempo hari.
“Ini, Ya. Makasih ya… Eh, gimana? Kamu jadi ikut lomba yang itu?”
“InsyaAllah jadi, Na. tapi belum aku kirim. Kayaknya nanti sore.”
“Oke… Terus soal Fafa? Dia masih brutal?”
“Ya gitu lah… Jangan ngomongin dia dulu deh. Aku agak males.”
Mereka berdua akhirnya memilih untuk membicarakan tentang soal yang dihadapi oleh mereka tadi. Bagi mereka, soal itu cukup sulit. Banyak yang belum dijelaskan oleh guru mereka. Setelah puas dengan obrolan mereka, mereka berdua pun akhirnya pulang.
Sorenya, Tya mengirim tulisannya ke alamat yang kemarin ia buka. Ia berharap tulisannya bagus dan ia bisa menang. Keinginan untuk membantu Fafa begitu kuat di hatinya. Sayangnya dia masih harus menunggu dua minggu untuk pengumumannya.
***
Dua minggu kemudian, tepat pada hari Minggu, ada sebuah surat yang diantarkan Pak Pos untuk Tya. Ternyata itu adalah surat yang berisi pengumuman hasil lomba kemarin. Di surat itu tertulis bahwa Tya adalah juara dua dari lomba itu. Meski begitu, Tya tetap bersyukur. Keterangan lain yang ia baca adalah dia harus mengambil hadiah lewat bank.
Seninnya, Tya segera pergi ke bank untuk mengambil uang itu. Alhamdulillah jumlahnya lumayan banyak. Tanpa pikir panjang, Tya juga langsung mengirim uang itu ke alamat rumah Fafa. Dia berharap uang itu dapat digunakan untuk membantu kesembuhan adik Fafa, dan dia juga berharap Fafa akan kembali menjadi seperti dulu lagi.

Selesai

Sunday, 5 May 2013

Let's Learn Language!

Assalamu'alaikum.. Alhamdulillah hari ini dapat kesempatan untuk menulis lagi. Hoho

And what is the topic of my post today?? The answer is about... language! Haha
Why? Karena bulan ini saya mendapat pengenalan Toefl dari kampus. So, saya ingin sharing di sini :)

Kalian tahu nggak kalau di dunia ini ada banyak sekali bahasa yang digunakan orang untuk berkomunikasi? Kalau menurut data dari Stephen Juan, Ph.D. ,seorang antropolog dari University of Sydney, di dunia terdapat 6,800 bahasa (source). Banyak kan??! Dan pastinya sangat sulit untuk menguasai semua bahasa ini (pengecualian untuk mbah Google ya, heheh). Nah kalo di film Miracle Worker yang menceritakan tentang kehidupan seorang pengacara tunarungu dan tunawicara, Hellen Keller, ada kutipan kaya gini.
"Bahasa lebih penting bagi pikiran daripada cahaya bagi mata." Anne Sullivan, guru Hellen Keller.
Itu artinya, bahasa itu merupakan sesuatu yang sudah melekat pada manusia.  Kalau manusia nggak punya bahasa, maka dia akan sulit juga untuk bertahan hidup. Bayi saja punya bahasa untuk menyampaikan rasa lapar, haus, dll dengan menangis. Jadi emang udah dari sananya manusia ditakdirkan hidup dengan bahasa.

Nah, karena tadi saya ngomongin tentang Toefl, jadi sekarang saya cuma mau ngomongin bahasa Inggris. Mungkin hampir di seluruh SD di Indonesia pelajaran bahasa Inggris ini udah mulai disampaikan ya? Atau malah mungkin di TK udah diajarin juga meski cuma hitungan satu dua tiga gitu. Hehe. Kebetulan kalau saya, yang saya ingat, saya dapat pelajaran bahasa Inggris ketika SD. Lalu, entah kenapa saya langsung suka. Mungkin karena kedengaran keren gitu karena mempelajari sesuatu yang baru. Hoho

Terus kenapa kok bahasa Inggris ini cuma kita dapat di sekolah? Maksudnya nggak ada kewajiban buat dipakai untuk komunikasi sehari-har? Ini karena di Indonesia ini, berbeda sama negara-negara kaya Malaysia, Singapura, gitu. Mereka lebih menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau second language. Tapi kalau di Indonesia, bahasa Inggris lebih dilihat sebagai bahasa asing atau foreign language. Karena itulah, sebagian penduduk di negara ini masih nyaman-nyaman aja meski mereka nggak ngerti bahasa Inggris sama sekali.

Tapi meski masuknya foreign language, seenggaknya kita juga harus ngerti dikit-dikit lah. Supir taksi di Amerika aja ngerti bahasa Inggris, masa kita mau kalah? XD

Ya maksudnya sekarang ini kan udah masuk era gombalisasi, eh maksud saya globalisasi. Kalau kita sama sekali nggak mau belajar bahasa Inggris ya kita bakalan kuper banget dan itu akan sulit juga untuk beberapa hal, cari kerja misalnya.

Belajar bahasa Inggris sebenarnya juga nggak sulit kok! Kita kan punya komputer nih di kepala kita. Kalau kita emang niat, maka insyaAllah komputer itu akan dengan senang hati menyimpan setiap kata yang kita pelajari. Belajar bahasa Inggris juga bisa jadi hiburan. Misal kaya kemarin yang tentor saya ceritain, beliau ini kan dapat tugas jadi penerjemah di suatu daerah bencana. Nah kebetulan orang asing yang dia pandu kepengen tahu apa sakit yang di rasain sama seorang nenek. Terus nenek itu jawab dengan bahasa Jawa "Awak kula greges-greges, sikil kula cengkring-cengkring, mas". Haha. Coba cari di kamus deh kalau ada! :p
Tapi ya karena bahasa itu emang luas dan pastinya setiap orang pernah ngerasain apa yang dirasakan orang lain, pastinya ada juga kata yang searti dengan apa yang dikatakan nenek tadi. Hehe

Jadi ya intinya belajar bahasa asing itu nggak ada salahnya. Nggak cuma bahasa Inggris doang, misal kalian lebih suka Japanese or Arabic, it's no problem to learn it. Malahan mungkin dengan belajar banyak bahasa kalian akan punya banyak kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang luar sana. Seru kan?!

So, mungkin cukup segini aja yang bisa saya sampaikan. Maafin kalau mungkin ada kata yang tidak berkenan (macam pidato aja, hehe)

Wassalamu'alaikum n' see ya :)

Thursday, 11 April 2013

When I Fall

Hari ini saya terjebak lagi dalam keadaan yang menyebalkan. Apa itu? Ujian kompetensi -_-

Huft.. Sebenernya udah belajar sih. Tapi tetep aja ada yang kelewat waktu dipelajari. Walaupun cuma satu soal yang nggak bisa (padahal soalnya cuma 4) tetep aja rasa kecewa, takut, sedih mengganggu pikiran saya. Gimana kalau nanti nilainya jelek? Gimana kalau nanti dapet peringkat terakhir? Gimana kalau nanti lulus nilainya mepet? Pikiran-pikiran kaya gitu sering banget muncul kalau saya lagi dalam keadaan kaya gini. Dan akhirnya setelah ujian itu saya memutuskan untuk pulang ke rumah untuk mencari udara segar biar efek stress ini hilang.

Di perjalanan pulang saya merasa bahwa Allah menghendaki kepulangan saya, karena tadi waktu pulang nggak hujan, padahal biasanya hujan. Hehe
Aroma sawah dan pemandangan daun-daun padi yang menguning menciptakan rasa damai dalam perjalanan. Jalan juga nggak begitu ramai, jadi bisa dibilang perjalanan tadi cukup lancar.


Setelah satu jam akhirnya saya sampai di rumah. Ibu yang memang hari ini nggak saya kabari bahwa saya mau pulang, menyambut saya sambil bertanya-tanya. "Apa besok nggak ada kuliah?" Saya hanya bisa menjawab "Ada, bu" dan ibu yang akhirnya tahu bahwa saya sedang kangen rumah, tidak bertanya apa-apa lagi. Lalu saya menuju kamar untuk merebahkan badan yang pegal akibat mengendarai motor tanpa istirahat sebentar pun di jalan.

Kemudian tiba-tiba percakapan itu terjadi, saya cerita tentang jadwal kuliah yang mulai padat di semester ini. Dengan nada terbebani tentunya. Dan ibu dengan penuh pengertian mulai menceritakan kisahnya. Dulu ibu juga kuliah. Jadwalnya juga padat, malah bisa dibilang lebih padat dari saya. Kata ibu, ada jadwal malam hari juga. Untungnya tempat kuliah ibu masih di daerah yang sama dengan tempat tinggal beliau, jadi kalau pulang tidak terlalu jauh. Tapi ibu juga kadang pulang ke tempat nenek yang jaraknya lebih dekat dari kampus. Baru pulang ke rumah ketika pagi harinya.

Ternyata ibu kuliah empat tahun juga. Padahal kampus ibu adalah kampus untuk D3. Di tahun terakhir kuliah, kampus ibu mengadakan sebuah ujian yang dulunya disebut ujian negara. Namun, sayangnya ibu dan beberapa teman beliau nggak lulus dan hanya mendapat sertifikat lokal. Orang-orang di sekitar ibu menyarankan untuk ikut ujian lagi di tahun depan. Tapi ibu memilih untuk mencari pekerjaan. Alhamdulillah ibu mendapat pekerjaan dengan ijasah SMA beliau, dan sampai sekarang beliau menjadi single parent pun, beliau tetap bisa menghidupi ketiga anaknya.

Inilah yang membuat saya terkesan dengan cerita ibu. Empat tahun yang mungkin bisa kebanyakan orang dibilang sia-sia, namun akhirnya tetap ada jalan lain yang mengantarkan ibu pada pekerjaan. Dan ini seperti menjawab ketakutan-ketakutan saya selama kuliah ini. Selama ini saya belajar agar mendapat nilai yang bagus dan bisa mendapat pekerjaan yang mapan. Dan mungkin mindset seperti itu juga ada pada diri mahasiswa lainnya. Lalu bagaimana jika akhirnya saya benar-benar gagal dengan apa yang saya usahakan saat ini? Apakah saya harus frustasi dan murung di kamar berhari-hari? Dari cerita ibu saya sadar bahwa apapun yang terjadi, hal buruk sekalipun, Allah tetap memberikan jalan keluar dan kemudahan. Jika nanti saya mendapat nilai terendah pun, saya yakin Allah sudah memberi rejeki lain. Asal ada usaha pasti ada jalan :)

Terima kasih untuk kisah yang luar biasa ini, bu. Meski bagi orang lain biasa aja, tapi bagi saya kisah ini benar-benar menginspirasi. Saat ini saya hanya bisa berusaha saja, hasilnya saya serahkan sama yang di atas...

Mungkin cukup segini cerita yang bisa saya share. Semoga saja bermanfaat untuk yang baca.. Maaf kalau ada kata-kata yang salah. Hehe :)

Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa) : Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami ; ampunilah kami ; dan rahmatilah kami. Engkau penolong kami maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (al-Baqarah 286)

Wednesday, 10 April 2013

Coretan Petang

Astaghfirullahal adzim.. Udah sebulan blog ini nggak update -___-
Maafkan saya T.T
Setelah liburan habis dan kembali ke kehidupan kampus, kesibukan mulai menggerogoti tubuh saya. Tugas yang seabrek datang keroyokan, mana harus pake survey lapangan segala yang bikin tambah capek. Huft
Sampe-sampe saya yang biasanya dua-tiga hari balik ke kampung halaman sekarang jadi krasan tinggal di kost gara-gara udah capek banget rasanya buat balik. Jadinya ibu lebih lama sendirian di rumah :(

Tugas-tugas di semester ini bener-bener lebih berat dari yang semester kemarin. Nggak tau apa karena habis ngrasain libur jadi berasanya kaya gini. Saya jadi sering pulang malem karena ternyata nggak bisa diselesein dalam waktu sekejap mata *halah
Padahal saya dulu waktu masih SMP penasaran banget sama apa yang dilakuin orang di luar sana saat malam. Tapi sekarang rasanya biasa aja, malah jadi sebel. Soalnya ya tahu sendiri kebanyakan yang ada saat malam hari itu mahasiswa pada pacaran. Dan itu geli! -___-

Hal lain yang bikin saya sebel gara-gara banyak tugas ini adalah saya nggak bisa nerusin novel saya buat ikut lomba. Deadlinenya nggak keburu dan otak saya udah stuck. Padahal udah 20an lembar. Sayang banget :(

Tapi nggak apa-apa sih, penulis lain aja ada yang sampe bertahun-tahun baru bisa jadi buku. Sedangkan saya baru dua bulan. Nantinya mungkin bisa diperbaiki lagi :)

Eh selain curhat saya mau cerita nih... Hehe
Jadi gini, kapan itu saya habis nonton The Hobbit. Filmnya keren abis! Awalnya sih emang agak membosankan soalnya settingnya masih di rumahnya si Bilbo. Terus waktu si Bilbo mau diajak sama kurcacinya, filmnya mulai seru. Apalagi ada Gandalf yang selalu ngasih advice saat mereka bingung akan bertindak bagaimana. Terus waktu ketemu Orc, Goblin, sama Gollum si Hobbitnya tetep maju tak gentar. Pokoknya keren banget lah! Saya acungin empat jempol buat J. R. Tolkins yang udah bikin cerita sekeren ini. Dari mana coba dia dapat ide kaya gini?! Padahal dia itu hidup di zaman belum ada yang namanya internet! Maksud saya, itu bener-bener datang dari imajinasi dia sendiri. Bukan hasil plagiat kaya orang kebanyakan di zaman sekarang ini *kenapa jadi nyambung ke sini ya??
Ya pokoknya gitu lah... Hehe.
Ide dan pemikiran itulah yang bikin manusia itu tetep hidup walaupun jasadnya udah nggak ada (ini saya dapet dari film V for Vendetta yang baru aja saya tonton, hehe). Jadi ya, manusia itu harus mau berpikir kalau mau dianggap keberadaannya. Kalau di filsafat ada tuh ungkapan terkenal: "Cogito ergo sum" yang artinya "Saya berpikir maka saya ada". Nah, pemikiran ini juga harus sesuai dengan aturan biar nggak dianggap psiko.

Emm.. mungkin itu dulu yang saya tulis ya. Maaf kalo isinya random. Karena otak saya lagi berantakan menghadapi semester ini. Kamar saya juga jadi ikut berantakan ini. Hehe

Oiya buat yang belum nonton dua film yang saya sebut di atas lebih baik buruan nonton deh! Dijamin nggak bakalan nyesel :D

Saturday, 2 March 2013

Are you Really Wanna Die?

Tanaman itu adalah tanaman yang sangat terlihat dari tanaman lain. Tumbuh di antara semak-semak belukar di samping bangunan yang megah tapi sudah kuno. Dan aku melihat tanaman itu tampak layu. Daunnya yang kuning tergolek lemas seakan tidak ada semangat lagi untuk hidup. Sebagian batangnya juga terlihat kering.
Mungkin perasaanku sekarang sama seperti tanaman ini. Layu dan hampir mati. Kemarin aku melakukan kesalahan lagi. Entah sudah berapa kali aku sering melakukan hal bodoh ini. Aku lupa mematikan air kran. Padahal aku tahu itu adalah hal yang mudah untuk dilakukan. Namun, selalu saja sifat lupa itu singgah dalam diriku. Akibatnya, ibu memarahiku lagi. Tapi yang membuatku sedih ibu tidak memarahiku dengan membentak melainkan dengan menangis. Oh, aku paling tidak bisa melihat tangisan ibu. Bodohnya aku ini. Rasanya ingin mati saja.
Ah oh, tapi bukankah sudah lama aku memikirkan tentang kematian ini? Sejak ayahku tidak ada, kata-kata "Ah, lebih baik mati saja" sudah tak terhitung berapa kali aku ucapkan. Teman sebangkuku sampai jenuh mendengarnya. Ya, aku mengatakan kata-kata itu tidak hanya pada diriku sendiri. Dulu ketika aku masih berumur sebelas tahun, kira-kira enam tahun yang lalu, aku sering dibuat jengkel dengan hal-hal yang tidak penting di sekolah. Dan, kata-kata itu selalu muncul di akhir kekesalanku.
Tapi sampai hari ini aku masih hidup. Aku rasa Tuhan belum cukup yakin dengan keinginanku itu. Atau mungkin sebenarnya aku sudah mati? Dan orang-orang di sekitarku sekarang ini adalah orang-orang mati? Tetapi mengapa jantungku masih berdetak? Ah, persetan dengan pikiran ini. Aku tahu aku memang masih hidup.
Sekarang apa yang harus kulakukan? Mengamati tanaman ini sampai benar-benar mati? Emm, kedengarannya seru. Tapi tidak bisa, aku tidak punya banyak waktu untuk melakukannya. Uncle Syn akan datang dan mengajakku jalan-jalan. Aku tidak akan menyiakan kesempatan ini. Mungkin dengan pergi bersamanya akan membuatku sedikit menghilangkan rasa bersalahku.
"Evellyn, pamanmu sudah datang. Kau jadi pergi dengannya tidak?".
Suara ibu mengagetkanku. Sepertinya ia sudah melupakan kejadian kemarin. Aku memang belum minta maaf. Bagiku kata maaf hanya omong kosong. Aku takkan pernah tahu jika besok aku akan melakukannya lagi. Karena itu aku lebih memilih untuk merenungi kesalahanku di belakang rumah ini dan berharap aku besok tidak akan mengulanginya lagi.
"Ya, bu. Aku segera datang."
Aku masuk dan mengambil ransel yang sudah aku siapkan. Mencium tangan ibu dan mencubit pipi Jenny kecil yang menggemaskan. Lalu menghampiri Uncle Syn.
"Jannet, aku pinjam anakmu dulu. Kami akan pulang sebelum sore hari."
"Ya, hati-hatilah. Oh! Jangan masukkan kertas itu ke mulutmu, Jenny!"

Bersambung...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...