Friday, 28 March 2014

Partisipatory-Planning dan Masyarakat Madani

Bismillah...
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh...

Alhamdulillah masih diberi kesempatan menulis lagi di tengah kesibukan kuliah ini. Hanya saja di semester empat ini jadi agak sensitif kalau ada orang yang ngomong tentang CBD a.k.a Kawasan Pusat Bisnis. Pasalnya tema ini adalah tema yang kelompok saya dapat untuk Studio Proses semester ini. Eits, buat yang belum tahu tentang studio, saya kasih pencerahan sedikit deh. Jadi studio itu kaya praktikumnya mahasiswa PWK. Kalau anak arsitek kan biasanya prakteknya bikin maket atau gambar-gambar. Kalau anak PWK praktiknya ya itu, studio. Di situ kita disuruh membuat suatu dokumen rencana yang semisal RTRW, RDTR, RTRK, dsb. Untuk membuat dokumen kaya gitu nggak bisa sembarangan dan cuma ngarang aja. Tahapannya itu mulai dari delineasi wilayah, membuat gambaran umum dan gambaran sektoral dari wilayah yang sudah terpilih, menentukan isu apa yang ada di wilayah itu dan menetapkan tujuan dan sasaran dari rencana kita terhadap wilayah tersebut. Saat ini proses saya baru sampai itu, untuk proses selanjutnya ada penyusunan desain survey, pembuatan program, dll yang kemungkinan besar akan lebih ribet lagi prosesnya.
 *Tolong kami ya Allah

Nah, apa yang mau saya tulis di sini sebenarnya bukan itu. Saya mau membahas tentang politik. Bukannya saya mau sok atau gimana, tapi di kuliah tadi siang ada penjelasan dosen yang membuat saya sadar bahwa dalam kehidupan manusia yang kompleks ini, semua orang harus sadar politik. Tapi politik yang seperti apa? Jawabannya (insyaAllah) ada di bawah ini.

Sumber
Menurut Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Dari kata yang saya garis bawahi sudah jelas kan bahwa ternyata politik itu tidak hanya ngomongin partai dan para poliTIKUSnya. Ada semacam simbiosis dalam kegiatan itu. Simbiosis yang saya maksud adalah simbiosis mutualisme karena tujuannya adalah untuk kebaikan bersama. Nah, untuk negara Indonesia sendiri apakah politik yang berjalan sudah seperti apa yang didefinisikan Aristoteles itu? Kalau menurut saya sih politik di Indonesia lebih seperti simbiosis parasitisme. Jadi warga negara banyak yang dirugikan oleh orang-orang yang menyebut dirinya wakil rakyat. Semisal saja saya pernah baca di koran Kompas tentang Ilusi Pertumbuhan Ekonomi. Dalam rubrik Opini tersebut, penulis mengatakan bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia kurang dirasakan rakyat. Hal ini dilihat dari lapangan kerja tidak bertambah yang menyebabkan pengangguran juga semakin banyak. Akibatnya banyak yang bekerja di sektor informal misalnya PKL (yang katanya ciri-cirinya tidak terorganisir padahal kenyataannya pekerjaan mereka terorganisir sekali).

Di bidang PWK sendiri ternyata keterkaitan dengan politik itu sangat besar. Seorang perencana bekerja untuk membuat sebuah ekosistem kota sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Mengapa? Karena jika sebuah perencanaan hasilnya bagus secara fisik tapi ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan warga maka hal itu dikatakan gagal desain. Fatal kan? Sudah bikin bagus-bagus dan mahal-mahal tapi akhirnya nggak dipakai dan terbengkalai. Nah, dari sini perlu adanya partisipatory-planning. Apa masih ada hubungannya sama politik? Ya jelas ada karena dalam perencanaan partisipatif masyarakat dianggap sebagai mitra dalam perencanaan. Masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk rencana (sumber). Selanjutnya barulah pembuat kebijakan (legislatif) dan kepala pusat ataupun daerah (eksekutif) membuat kebijakannya dan mengeksekusi rencana tersebut. Dalam melakukan hal ini, nilai-nilai moral dan etika harus dipegang teguh untuk mewujudkan praktik politik yang baik.

Nah, ketika masih SD dulu saya pernah belajar tentang masyarakat madani di pelajaran PPKn. Masyarakat madani digambarkan sebagai sebuah organisasi masyarakat yang teratur, dimana setiap individu dalam organisasi tersebut mengetahui akan perannya masing-masing sehingga tercapai kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera. Dan ketika kuliah ini saya baru tahu bahwa istilah madani itu mengadopsi kata Madinah. Madinah sendiri adalah kota yang mencerminkan kehidupan bermasyarakat yang ideal pada zaman Nabi Muhammad SAW. Di sana terlihat bahwa praktik politik juga terjadi dalam membentuk masyarakat madani ini. Tentunya dengan aturan-aturan tertentu yang berbeda dengan zaman modern ini.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Untuk Indonesia sekarang, menurut saya bukan tidak mungkin mewujudkan masyarakat madani lseperti yang saya pelajari dalam pelajaran PPKn saya dulu lengkap dengan praktik politik yang tidak "saling sikut". Namun butuh upaya yang sungguh-sungguh untuk mendidik masyarakat agar mereka menyadari apa yang seharusnya dan tidak seharusnya mereka lakukan untuk mencapai kebaikan bersama.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...