Thursday, 23 January 2014

Scar of David, Scar of Palestine

Mornings in Jenin Edisi Bahasa Indonesia (Sumber)

Judul asli buku ini adalah Mornings in Jenin, ditulis oleh Susan Abulhawa dan telah diterjemahkan dalam 30 bahasa di dunia. Bercerita tentang kehidupan yang lebih banyak berisi penindasan, balas dendam, invasi, atau apapun yang bisa dimaknai dari kata perang.

Hal pertama yang saya lakukan saat selesai membaca buku itu adalah bersyukur. Bersyukur bahwa Tuhan melahirkanku di tanah yang sangat aman dan nyaman. Jauh dari tekanan akan ketidakadilan perang. Jauh dari penderitaan akan kelaparan dalam pengungsian. Dan jauh lainnya dari segala hal yang aku anggap mengerikan dalam buku ini.


Lalu untuk penyiksaan yang 'mereka' lakukan, aku mengutuknya. Berpikir apakah Tuhan tidak adil tetapi segera aku tepis dari pikiranku. Dia Maha Adil, untuk alasan bagaimana semua itu terjadi di bumi-Nya, semua itu ulah manusia. Hasil dari apa yang disebut takdir muallaq. Sunnatullah adalah penjelasan yang paling aku imani saat ini, bahwa yang baik dan yang jahat tidak akan pernah bisa bersanding. Perang selalu ada, bahkan di hatimu. Perang antara hati nurani dan hawa nafsu.

Buku ini seakan seperti lorong waktu yang membawaku ke Jenin. Kampung halaman orang-orang yang diusir dari tanahnya sendiri oleh orang-orang Yahudi, yang telah diusir dari Eropa. Seperti lingkaran setan, dari kisah Perang Salib, Holocaust, Palestina (entah sejarah ini tersambung lagi ke mana, aku sedang mencoba mencari benang merahnya).

Banyak hal saya pelajari dari buku ini, salah satunya adalah bahwa balas dendam tidak akan membantu. Itu hanya akan melahirkan kebencian estafet yang kau lahirkan pada keturunan-keturunanmu. Dan ada satu kutipan yang seakan memang ditanamkan dalam kepala pembacanya.
 "Apapun yang kau rasakan. Simpan semua di dalam."
Kalimat sederhana yang dihasilkan dari rasa takut seorang ibu (Dalia) yang kehilangan anak laki-lakinya, dirampas oleh seorang tentara Israel (Moshe). Kata-kata itu yang membuat anak terakhirnya (Amal) bisa bertahan dan percaya bahwa ibunya mencintainya di tengah epidemi yang diidapnya. Hingga beberapa dekade kemudian, Amal dapat bertemu dengan David (kakak laki-laki keduanya yang hilang). David diberi tahu Moshe bahwa ia bukanlah seorang Yahudi, orang tua kandungnya adalah Muslim Arab. Hal ini membuatnya bingung akan kebenaran keduanya, bahwa ia dibesarkan oleh tentara Israel dan ia seorang Palestina. Namun sayangnya tak lama setelah itu Amal tewas ketika ia mengunjungi Jenin demi melindungi putrinya, Sara, buah cintanya dengan Majid (laki-laki yang dijodohkan kakak pertamanya, Yousef).

Terlepas dari buku ini hanya sebuah novel, dimana kisahnya tidak sepenuhnya nyata, Sunan Abulhawa berusaha membuka mata semua orang di dunia bahwa berita bias yang sering menyudutkan apa yang disebut negeri tanpa rakyat (Palestina) oleh orang yang menyebut mereka rakyat tanpa negeri (Yahudi), itu tidak benar. Tindakan keji yang bisa dilihat di sana dari tahun 1947 disulut oleh tentara Yahudi dan perjanjian yang telah dikhianati.

Sebagai tambahan, Anda bisa membaca situs ini.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...