Sore ini aku memacu Mattyku lagi. Rencananya jam lima aku sudah harus tancap gas agar bisa pulang cepat. Namun karena ada diskusi mendadak mengenai tugas kelompok, aku harus menunda rencana itu. Beberapa menit setelah pukul lima aku baru bisa menancap gas. Dan seperti biasa ketika meleweati daerah Palur, kemacetan dan chaos selalu terjadi. Dari mobil besar sampai sepeda onthel yang dikendarai seorang ibu setengah baya berlomba untuk menyeberang jalan. Kebetulan aku berada di belakang ibu tersebut, tentu saja dengan sadar aku membiarkan ibu tersebut mencapai seberang jalan lebih dulu. Dan ini memang tidak selalu terjadi pada diriku. Di lain kesempatan aku pernah mengutamakan egoku agar aku bisa cepat sampai rumah. Aku melupakan sebuah slogan sederhana. Biar lambat asal selamat.
Setelah berhasil melewati Palur, aku dilenakan oleh jalan yang sepi di daerah Bekonang. Jalan yang halus karena baru diperbaiki terasa nyaman. Sayangnya malam mulai mengintai dan itu artinya aku harus waspada. Tiba-tiba suara azan Maghrib mulai terdengar. Saat itu kira-kira pukul 17.35 WIB. Aku sudah memprediksi akan sampai rumah pukul 18.15, jadi aku masih melanjutkan kemudiku.
Melewati ruang dan waktu hanya dengan memutar setang dan duduk manis di jok motor. Selamat datang di abad 21! Sedikit ketakutan pada kejahatan di malam hari aku alihkan pada hal-hal yang sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan. Lalu muncul bisikan lain lagi di pikiranku, tentang film tujuh psikopat yang aku tonton malam tadi. Apa mereka benar-benar ada? Pikiran yang menyimpang dan ricuh. Pembunuhan, tembak-menembak. Oh, aku mulai pusing memikirkan hal itu. Tapi muncul lagi bisikan lain. Ketika aku sudah dekat dengan Wonogiri, aku berfikir bagaimana jika sebentar lagi aku akan mati tertabrak mobil atau apa lah. Tapi itu tentu saja tidak terjadi karena tulisan ini bukan ditulis oleh hantu. Puji syukur bagi Allah Tuhan Semesta Alam.
Semakin dekat dan semakin dekat. Aku masih membiarkan Matty melaju. Sesekali aku mengusap spidometernya dan berdoa “Saat ini yang aku inginkan hanya pulang dengan selamat, Ya Allah.” Sembari aku membayangkan sepiring rendang buatan ibuku.
No comments:
Post a Comment